Oleh; Abie Ikhwan, S.Pd.I., M.Si, CPS
Direktur Eksekutif SAFI Institute (Center for Study of Islamic Thought and Sufism)
Tahun Baru Islam 1447 H telah tiba. Sebuah momentum sunyi yang menyimpan gema perubahan besar, jika saja kita mampu menangkap maknanya. Di tengah era digital yang bising dan penuh distraksi, tahun baru Hijriah bukan sekadar pergantian kalender, tetapi undangan untuk berhijrah secara spiritual, sosial, dan intelektual.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke Madinah bukan sekadar perpindahan fisik, tetapi peristiwa peradaban. Sebuah titik balik strategis yang melahirkan tatanan masyarakat baru berlandaskan tauhid, persaudaraan, dan keadilan. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman:
وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya akan mendapatkan banyak tempat hijrah dan rezeki yang luas.” (QS. An-Nisa: 100)
Hari ini, kita menghadapi tantangan zaman yang tak kalah kompleks. Era digital telah mengubah cara kita berpikir, berinteraksi, bahkan beriman. Kita menghadapi “ghazwul fikri” baru: perang persepsi, banjir informasi, serta ilusi pencapaian yang sering kali menjauhkan kita dari hakikat hidup.
Dalam konteks ini, hijrah abad digital bukan lagi soal pindah tempat, melainkan pindah orientasi hidup. Dari dunia yang memuja ego ke kehidupan yang tunduk pada Allah. Dari pencitraan menuju keikhlasan. Dari kecanduan konten menuju kedalaman kontemplasi.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“المُهَاجِرُ مَن هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ”
Orang yang berhijrah adalah yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari)
Inilah hijrah yang paling relevan hari ini: meninggalkan dunia maya yang penuh riya menuju dunia nyata yang penuh makna. Menghindari jebakan likes dan followers, lalu kembali menata hati agar selaras dengan nilai ilahiah.
Tasawuf sebagai jantung spiritual Islam mengajarkan bahwa transformasi sejati bukan di luar, tetapi di dalam. Sebagaimana pesan Imam Al-Ghazali, “Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.” Hijrah yang sesungguhnya adalah perubahan nafs (jiwa) dari amarah dan rakus menjadi tenang dan berserah.
Tahun Baru Hijriah 1447 H memberi kita kesempatan untuk kembali ke fitrah:
- Menata ulang tujuan hidup.Menguatkan kesadaran keberadaan kita di tengah dunia yang serba cepat.
- Menjadi manusia yang tidak hanya sibuk bergerak, tetapi juga tahu ke mana harus melangkah.
Di tengah tantangan era digital, kita membutuhkan peta moral dan kompas spiritual. Sebab zaman ini bukan hanya membutuhkan cerdas teknologi, tapi juga dewasa iman. Kita tak cukup hanya melek digital, tapi juga melek makna.
Nabi ﷺ membangun Madinah dengan tiga fondasi utama:
- Masjid sebagai pusat spiritual dan sosial.
- Ukhuwah antara Muhajirin dan Anshar.
- Pasar sebagai pilar ekonomi Islam yang adil.
Kita pun hari ini harus membangun “Madinah digital” peradaban online yang berjiwa tauhid, adil, dan beretika. Sebuah ruang di mana Islam tampil bukan sebagai simbol politik, tetapi rahmat yang membebaskan manusia dari perbudakan dunia.
Tahun Baru Hijriah adalah panggilan sunyi untuk mengubah diri sebelum mengubah dunia. Sebagaimana firman Allah:
“إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ”
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Mari kita jadikan 1447 H bukan sekadar momentum tahunan, tapi titik tolak pembaruan visi hidup, pembaruan tekad dakwah, dan pembaruan komitmen untuk membangun umat dari layar ke laku, dari simbol ke substansi.
Selamat Tahun Baru Islam 1447 H.
Mari berhijrah: dari yang kosong ke yang bermakna, dari yang riuh ke yang tenang, dari duniawi menuju Ilahi.